Tuesday, October 9, 2007

Mati Suri = Mati Icip-icip

Apakah Anda percaya akan ilmu mengeluarkan sukma (jiwa) atau dalam bahasa Londo-nya disebut Out-of-body-experiences (OBE), ini benar-benar bisa dibuktikan, bukannya karena mang Ucup fan beratnya dari majalah Liberti & Misteri, tetapi karena ini benar2 fakta nyata. Umat Kristen menilai OBE itu klenik atau takhayul, tetapi kebalikannya banyak umat Kristen percaya akan Mati Suri atau dalam bahasa Sunda nya disebut Near Death Experience (NDE).

Mati Suri (NDE) itu sebenarnya identis 100% dengan OBE alias Out-of-body-experiences, sebab pada saat mati suri jiwa kita juga keluar dari tubuh raga jasmani kita.

Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh organisasi Gallup Poll pada th 1996 ternyata lebih dari 13 juta orang di USA pernah mengalami mati suri. (NDE - Toronto Star 5. Maret 2000).

Berdasarkan kesaksian mereka, pada saat mereka mati suri, ternyata mereka bukan hanya sekedar bisa mendengar percakapan orang-orang disekitar mereka saja, bahkan sebagian besar bisa menceritakan secara rinci jalannya operasi sampai menjelaskan dibagian mana saja mereka dijahit setelah di operasi.

Mati suri ini bisa dibuktikan secara ilmiah, jadi bukan hanya sekedar kesaksian dari dongeng orang saja. Dr Paul Segal dari University of California, pernah melakukan test dimana seekor hamster (semacam tupai) dibunuh dengan perlahan melalui temperatur yang sangat rendah, setelah itu, tubuh dari hamster tsb didinginkan dengan es selama 4 jam.

Pada saat hamster tsb berada dalam es, tubuhnya di monitor dengan peralatan yang sangat sensitiv sekali, ternyata tidak ada kehidupan sama sekali, aktivitas gelombang otaknya maupun denyut jantungnya mati total. Setelah itu dengan bantuan alat pemanas hamster tsb bisa dihidupkan kembali, seakan-akan tidak pernah terjadi sesuatu sebelumnya. Test ini dilakukan secara ber-kali2 dengan hamster yang sama, dan selalu berhasil!

Hal yang sama sering terjadi pada orang yang mati karena jatuh kedalam sungai yang sudah beku jadi es, walaupun sudah terbuktikan, bahwa mereka telah mati kedinginan selama berjam-jam ternyata mereka bisa dibangkitkan kembali dari kematiannya.

Universitas Virginia Dr Raymond A Moody pernah meneliti fenomena ini. Hasilnya orang mati suri rata-rata memiliki pengalaman yang hampir sama. Memasuki lorong yang gelap dan diakhir lorong bisa melihat cahaya ! Bagi mereka yang ingin membaca dan mempelajari lebih jauh mengenai mati suri silahkan lihat situs: www.iands.org/index.html atau membaca buku "Life afer Life" karangan dari Dr Raymond A. Moody Jr.

Dr Duncan Mc Dougal dari Massachusets pernah menulis satu artikel di American Medicine (April 1907) lihat situs http://www.snopes.com/religion/soulweight.asp bahwa ia pernah melakukan test terhadap orang-orang yang mau meninggal, ternyata pada saat mereka meninggal, berat badan mereka menjadi berkurang, tetapi anehnya ketika test yang sama dilakukan terhadap 15 ekor anjing, hewan-hewan tsb tidak kehilangan berat badannya sama sekali. Disinilah mungkin terbuktikan bahwa hanya manusia saja yang sebenarnya memiliki jiwa itu.

Disamping itu dengan adanya mati suri terbuktikan sudah bahwa manusia itu benar-benar punya jiwa bahkan jiwa itu bisa keluar untuk beberapa saat lamanya meninggalkan raganya. Pengalaman selengkapnya dalam bahasa Indonesia, dari orang yang pernah mati suri bisa dibaca http://irdy74.multiply.com/reviews/item/142

Pada saat jiwa kita keluar dari tubuh ia bisa melayang-layang kemana saja, misalnya melihat apa yang sedang dilakukan oleh pasangan kita dirumah/dikantor. Atau pergi berkujung ke mang ucup di Holland atau pulang mudik ke kampung, maklum jiwa tidak butuh ticket pesawat atau mungkin juga ingin ngintip sejenak di Neraka atau di Sorga ? Kelemahannya hanya satu kalau jiwa yang pulang mudik tidak bisa bawa oleh-oleh maupun koper. Kurang lebih seperti yang bisa dilihat di film "Ghost" - Patrick Swayze & Demi Moore!

Nah bagi mereka yang ingin belajar bagaimana caranya mengeluarkan Jiwa/Sukma untuk mencoba Out-of-Body-Experiences (OBE), bisa belajar dari mang Ucup dalam tulisan berikutnya ialah "Ilmu mengeluarkan Sukma". Dijamin setiap orang pasti akan berhasil !!!

Bagi mereka yang serious ingin belajar "Ilmu Mengeluarkan Sukma" dianjurkan agar sebelumnya melakukan puasa "Tapa Pati Geni" (pantang makan makanan yang dimasak dengan api sehari semalam) terlebih dahulu.

WARNING BERAT: artikel mengeluarkan sukma hanya boleh dibaca oleh mereka yang kuat iman saja. Dan tidak dalam keadaan haid.

Semua artikel mang Ucup boleh di copy maupun di fwd kepada siapapun juga, gratis !

Mang Ucup
Email: mang.ucup@gmail.com
Homepage: www.mangucup.net
http://www.friendster.com/mangucup

Selanjutnya......

PGS dan Pelepeh

Oleh BUDIARTO SHAMBAZY
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0710/09/utama/3894629.htm
====================

Pencalonan MS (Megawati Soekarnoputri) dan BY (Bang Yos) sebagai presiden jadi magnet yang menyedot perhatian. Muncul pula reaksi berantai dari berbagai kalangan elite politik.

PDI-P partai paling siap dalam pencalonan presiden sejak rakernas di Bali Januari lalu. Ketika itu beredar sedikitnya tiga nama wapres yang akan mendampingi MS tahun 2009.

Partai nasionalis itu membentuk pula "sayap Islam" Baitul Muslimin. Dua tokoh Islam, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafii Ma’arif dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Agil Siraj jadi Dewan Pembina Baitul Muslimin.

Partai berjuluk "Moncong Putih" itu mengadakan juga silaturahmi dengan Partai Golkar (PG). Ini langkah awal dari kemungkinan merapatkan barisan atas nama Koalisi Kebangsaan tahun 2009 sekaligus sebagai upaya membendung radikalisme.

Lebih dari itu, PDI-P tetap konsisten dengan posisi sebagai partai oposisi. Dalam rangka konsistensi itu, PDI-P, misalnya, menolak tawaran SBY untuk mengisi tiga kursi dalam perombakan Kabinet Indonesia Bersatu belum lama ini.

Jika tak ada aral melintang, partai pemenang Pemilu 1999 itu mengumumkan nama-nama calon wapres yang akan mendampingi MS sekitar Maret 2008 di Solo. Dan menurut jadwal sementara, sekitar November 2008 partai pemenang kedua Pemilu 2004 itu mengumumkan satu nama calon wapres di Makassar.

Mengapa Makassar? Bukanlah sebuah kebetulan bahwa kota "Anging Mamiri" itu merupakan basis politik JK.

Bulan madu PDI-P dengan PG masih terus berlangsung sampai kini. Menurut rencana, dalam Pilpres 2004, MS ingin menggandeng JK, tetapi keburu didahului oleh SBY.

Pertimbangan MS kala itu adalah JK, yang waktu itu Menko Kesra, merupakan orang yang get things done karena ia pengusaha yang pragmatis. JK juga mewakili kepentingan di Indonesia timur.

Nah, mungkinkah MS akan kembali meminang JK sebagai calon wapres dalam Pilpres 2009? Jawabannya, mengapa tidak?

JK pernah mengatakan bahwa ia tak mungkin jadi capres karena bukan orang Jawa. Ini sikap yang amat realistis.

Realisme itu pula yang mendorong JK segera mengumumkan kemungkinan ia tak lagi berpasangan dengan SBY dalam Pilpres 2009. Ia ingin ekonomi negara ini segera bergerak sebagai prasyarat penting bagi terciptanya stabilitas politik.

Lagi pula sukses MS ketika menjadi presiden ialah memperbaiki kondisi ekonomi secara bertahap. Banyak pakar ataupun pers yang mengakui indikator-indikator makro dan mikro ekonomi RI terus membaik tatkala MS jadi presiden.

Masalahnya, Pilpres 2009 berlangsung setelah Pemilu 2009. Andaikan PG kembali memenangi Pemilu 2009 fatsun politik mengatakan partai berlambang pohon beringin itu mesti mengajukan capres sendiri.

Dan suka atau tidak, JK merupakan capres terkuat PG sampai saat ini. Belum ada indikasi nama-nama lain, seperti Surya Paloh atau Akbar Tandjung, akan mampu menyaingi JK.

Namun, apa yang terjadi kalau PDI-P kembali mengulang sukses Pemilu 1999 mengalahkan PG? Itulah sebabnya, ada pemeo yang mengatakan "politics is the art of the possible".

Seperti halnya JK, MS sebetulnya orang yang juga realistis. Salah satu kekuatan dia saat kampanye Pilpres 2004 adalah sikapnya yang enggan melontarkan janji-janji selangit.

Dalam sebuah kesempatan setelah kalah dalam Pilpres 2004, ia secara tak langsung mengatakan tak begitu peduli kalau rakyat menilai dirinya gagal. Presiden sebuah negara sahabat pernah bercerita bahwa MS lebih suka tutup mulut karena di Indonesia sudah terlalu banyak orang yang hanya pandai berbicara.

Saya agak bingung ketika beberapa bulan yang lalu beberapa kalangan politik dan bisnis sering menanyakan kepastian MS mencalonkan diri tahun 2009. Sebuah sumber diplomatik Barat, misalnya, bercerita tentang peningkatan popularitas MS.

Seorang pelobi bisnis top asal Malaysia bahkan bolak-balik menegaskan "investasi akan masuk" jika MS mencalonkan diri dan menang lagi. Namun, syaratnya "MS jangan dipengaruhi orang-orang tertentu di sekitarnya".

Jadi, Anda yang bosan dengan capres yang "L4" (lu lagi, lu lagi) siap-siaplah kecewa. Dua tokoh dari dua parpol terbesar, PDI-P dan PG, yakni MS dan JK, tampaknya masih akan berbicara.

Dalam konteks itu BY (Bang Yos) jadi sukar berkiprah karena belum punya partai. Ia punya modal presidential karena masih ada yang gemar kepemimpinan jenderal purnawirawan.

BY, mereka yang berminat, dan para aktivis baiknya berjuang keras agar capres independen boleh ikut Pilpres 2009. Selain BY, terbetik kabar BJH (BJ Habibie) juga tertarik ikut sebagai capres independen.

Andai mereka ikut serta, sedikitnya ada sepuluh capres yang bertarung. Pesta demokrasi jadi ramai, meriah, sehat, dan—yang terpenting—rakyat mempunyai banyak alternatif.

Namun, sebagian warga menderita "penyakit pemula" demokrasi langsung, yakni "playing God syndrom" (PGS). Tak ada lagi capres yang pas, semua nama ada embel-embel "tetapi".

Ada pula warga "pelepéh" yang cepat bosan. Dukungan kepada GD (Gus Dur), MS, SBY, dan siapa pun nanti tak akan lama karena dilepéh terus.

Wajar mereka begitu karena sepuluh tahun kecewa melulu. Dan jangan coba-coba menebak kenapa mereka bersikap begitu.

Penyebab republik gégér gara-gara pelatih karateka dianiaya polisi Malaysia saja kita enggak tahu? Apa penyebab Jakarta macet total selama berhari-hari, sampai kiamat pun kita tak tahu.

Selanjutnya......

Mencari Sosok Berintegritas

Oleh Rhenald Kasali
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0710/08/opini/3908109.htm
====================

"Jika mencurigai seseorang berbohong, berpretensilah seakan-akan memercayainya; Kebohongan akan terungkap dengan sendirinya dan topeng akan terbuka." Arthur Schopenhauer (1788–1860)

Kata-kata mutiara itu mengingatkan pada cara kerja berbagai panitia seleksi yang mencari sosok berintegritas untuk masuk komisi-komisi independen.

Berbagai cara dilakukan untuk mencari, mengumpulkan, memeriksa, mengendus jejak, hingga mewawancarainya. Wawancaranya pun dilakukan secara terbuka sehingga catatan-catatan negatif setiap calon menjadi tontonan publik.

Orang berintegritas tidak berbohong meski catatan negatifnya bukan masalah kecil. Apa yang diucapkan itu adalah yang dilakukan, begitu pula sebaliknya. Namun, selalu saja ada satu-dua yang berbohong. Kebohongan ini sebenarnya bisa dibaca, tetapi tidak mudah menemukan bukti-bukti. Kalaupun ada, kita hanya menemukan "bukti katanya" dari orang yang mengaku pernah mendengar. Namun, bukti otentik biasanya jarang didapat.

"Bukti-bukti katanya" menjadi masalah besar. Di satu sisi menimbulkan ketidakpercayaan, di sisi lain tidak semua anggota panitia seleksi (pansel) memercayai bukti itu. Itu karena selain bukti negatif, orang-orang itu juga punya catatan positif. Namun, berpretensi baik, seperti kata Arthur Schopenhauer, bisa membuka topeng seseorang. Hanya saja, jarak waktunya tak dalam genggaman waktu yang dimiliki pansel. Semua bisa terjadi setelah mereka terpilih.

Mitos orang baik

Adakah orang yang kita inginkan benar-benar baik? Jika mencari yang berintegritas saja, kiranya kita semua mempunyai calon. Namun, kita tidak mencari orang yang hanya jujur, tetapi juga mempunyai keberanian, mau memberantas korupsi, dan cerdas. Masalahnya, orang- orang cerdas belum tentu mau memberantas korupsi, juga sebaliknya.

Bergulat dengan perubahan, bangsa ini membutuhkan pemimpin. Dia bukan sekadar manajer biasa yang bekerja dengan sistem dan memelihara keseimbangan. Yang dicari adalah orang yang berani membongkar belenggu dan menanamkan nilai-nilai baru. Karena itu, Michael Angelo pernah mengatakan, "every act of creation must be started by the act of destuction".

Orang seperti itu tentu bisa dibaca dari rekam jejaknya. Semakin banyak belenggu dan tradisi yang dibongkar, semakin tidak populer dan banyak musuhnya. Yang pernah belajar leadership tentu ingat kalimat Paul Newan, "If you don’t have enemy, you don’t have character".

Seperti itu pula kita membaca surat-surat bernada amat negatif yang diajukan masyarakat terhadap nama-nama yang lolos uji integritas. Selalu ada orang yang gigih mengajukan bukti-bukti yang terkesan lengkap. Setelah ditelusuri, ada bagian yang dapat diterima, tetapi tidak semuanya dapat dipertanggungjawabkan. Sebagian informasi justru bertentangan. Kiranya seperti itulah pemimpin perubahan, kian berani, kian banyak musuhnya. Prof Komaruddin Hidayat mengatakan, "Hanya mobil yang tak pernah keluar garasilah yang tak ada cacatnya." Namun, pemrotes selalu berkilah, "Kalau sudah banyak yang tidak senang, perannya tidak efektif?"

Ada semacam rasa tidak nyaman bagi sebagian orang saat nama-nama tertentu masuk dalam list. Pansel bisa saja salah memilih, tetapi tidak bisa bekerja dengan persepsi. Jam terbang, pengalaman, dan ilmu pengetahuan berperan besar. Hanya karena kenal, atau mereka menjadi wistleblower, belum berati orang itu mampu menjadi sosok yang dicari.

Pengalaman di dunia bisnis menunjukkan tidak mudah mencari "orang baik". Selalu ada paradoks, antara pemimpin "kuat" (tetapi menyakitkan) dan pemimpin "baik" (tetapi tidak menyumbang keuntungan). Hal ini juga terjadi dalam mencari pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mitos "orang baik" menjadi perdebatan panjang. Seolah dengan membuang yang disangka jahat (koruptor), pasti didapat orang baik (antikorupsi).

Sebenarnya orang baik dan orang jahat selalu ada di mana-mana. Manusia bisa menjadi baik dan jahat karena karakter dan lingkungannya. Namun, orang tidak otomatis menjadi sesuatu karena persepsi. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap persepsi. Ini bukan sekadar komitmen ucapan (say believe), tetapi tindakan (do believe) yang hanya didapat dari ujian. Dan suka atau tidak, ujian tidak ada di tempat bersih, tetapi di lembaga-lembaga kotor. Itulah sebabnya "orang baik" yang berasal dari lingkungan baik-baik hanya mitos. Seperti kata Plato, "hidup yang tidak teruji tidak bernilai." Maka, yang penting bukan hanya prosesnya, tetapi juga rekam jejak dan pelembagaannya.

Rekam jejak

Abraham Lincoln pernah mengatakan, "A man’s character is like a tree and his reputation like it’s shadow; The shadow is what we think of it; The tree is the real thing." Rekam jejak membantu kita memahami the real thing, yaitu pohon atau jati diri seseorang yang terbentuk dari apa yang dilakukan bertahun-tahun.

Sayang, rekam jejak di Indonesia belum sepenuhnya mencerminkan "pohon" seseorang. Penelusurannya belum dapat dilakukan secara terbuka dengan data-data akurat. Terlebih lagi, banyak data diperoleh melalui pihak ketiga dan laporan masyarakat yang bersifat undercover, confidential, dan tidak tertutup datang dari kalangan "sakit hati". Data itu perlu dibaca dengan penuh kehati-hatian.

Alih-alih mendapat pohon (karakter dan leadership), yang diperoleh hanya bayangan (reputasi), yang bentuknya bisa bermacam-macam. Apalagi seorang change maker, kesannya bisa seperti monster. Orang-orang yang terusik akan berupaya mati-matian menimbulkan impresi jahat.

Pengalaman sejarah yang memalukan tidak boleh terulang dalam pemilihan sosok berintegritas. Dalam sejarah kemerdekaan, yang tidak suka dengan tetangganya melaporkan orang itu sebagai pejuang untuk ditahan dan disiksa kompeni (Belanda). Dalam sejarah pembubaran PKI, lagi-lagi banyak fitnah "sakit hati" ditaburkan sehingga terlapor dibinasakan tentara. Kehati-hatian adalah wisdom, bukan "kurang berani". Untuk memilih pemberani, pansel harus punya nyali, termasuk saat diolok-olok. Oleh karena itu, pengecekan silang menjadi penting dan dilakukan berkali-kali. Pengalaman empiris menemukan, amat mungkin topeng integritas satu-dua orang baru terbuka setelah ia terpilih seperti kata Arthur Schopenhauer.

Karena jarak antara cross-check dan pengumuman amat pendek, proses berikut di DPR menjadi amat penting. Meski DPR memakai lensa politik, integritas tidak dapat dijadikan alat tawar-menawar. DPR yang diawasi media tentu punya kemampuan menyaring yang lebih baik. Kalaupun tidak didapat, proses kelembagaan masih bisa menjadi tumpuan.

Kelembagaan antikorupsi

"Mitos orang baik" dalam proses seleksi bisa berakibat buruk jika amat dipercaya. Dalam banyak kasus, mitos ini mengakibatkan manusia lupa membangun institusinya, berakibat "orang baik" menjadi "jahat" karena lembaganya lemah.

Hampir semua komisi independen yang hanya mengandalkan pemimpin hasil seleksi, yang didukung jajaran birokrasi, mengalami guncangan integritas. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Yudisial (KY) hanya dua contoh. Komisi lainnya tidak berarti terbebas dari masalah. Mereka menghadapi masalah administrasi perkantoran, laporan keuangan, pengawasan, perekrutan pegawai, pengadaan barang, kepemimpinan kolektif, tata nilai (corporate culture), dan sebagainya.

Maka seleksinya tidak sekadar merekrut orang, tetapi membentuk tim yang mutlak harus ada perekat. Dalam bahasa kepemimpinan, kombinasi reptilia (penyerang, penyidik) dengan mamalia (yang memelihara organisasi) perlu menjadi pertimbangan. Setelah terbentuk, agenda pertamanya bukan menangkap penjahat, tetapi membangun dan menata kembali organisasi. Agar tidak terperangkap, manajemen harus diserahkan kepada profesional. Jadikan komisioner sebagai pemimpin perubahan.

Lembaga yang kuat menyumbang lebih dari 75 persen keberhasilan sebuah misi. Pada lembaga yang kuat, orang-orang "jahat" dapat dibentuk menjadi baik. Sebaliknya, pada lembaga yang manajemennya lemah, orang-orang "baik" dapat berubah menjadi "jahat".

Rhenald Kasali Salah Seorang Anggota Panitia Seleksi Pimpinan KPK, 2007

Selanjutnya......