Tuesday, October 9, 2007

PGS dan Pelepeh

Oleh BUDIARTO SHAMBAZY
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0710/09/utama/3894629.htm
====================

Pencalonan MS (Megawati Soekarnoputri) dan BY (Bang Yos) sebagai presiden jadi magnet yang menyedot perhatian. Muncul pula reaksi berantai dari berbagai kalangan elite politik.

PDI-P partai paling siap dalam pencalonan presiden sejak rakernas di Bali Januari lalu. Ketika itu beredar sedikitnya tiga nama wapres yang akan mendampingi MS tahun 2009.

Partai nasionalis itu membentuk pula "sayap Islam" Baitul Muslimin. Dua tokoh Islam, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafii Ma’arif dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Agil Siraj jadi Dewan Pembina Baitul Muslimin.

Partai berjuluk "Moncong Putih" itu mengadakan juga silaturahmi dengan Partai Golkar (PG). Ini langkah awal dari kemungkinan merapatkan barisan atas nama Koalisi Kebangsaan tahun 2009 sekaligus sebagai upaya membendung radikalisme.

Lebih dari itu, PDI-P tetap konsisten dengan posisi sebagai partai oposisi. Dalam rangka konsistensi itu, PDI-P, misalnya, menolak tawaran SBY untuk mengisi tiga kursi dalam perombakan Kabinet Indonesia Bersatu belum lama ini.

Jika tak ada aral melintang, partai pemenang Pemilu 1999 itu mengumumkan nama-nama calon wapres yang akan mendampingi MS sekitar Maret 2008 di Solo. Dan menurut jadwal sementara, sekitar November 2008 partai pemenang kedua Pemilu 2004 itu mengumumkan satu nama calon wapres di Makassar.

Mengapa Makassar? Bukanlah sebuah kebetulan bahwa kota "Anging Mamiri" itu merupakan basis politik JK.

Bulan madu PDI-P dengan PG masih terus berlangsung sampai kini. Menurut rencana, dalam Pilpres 2004, MS ingin menggandeng JK, tetapi keburu didahului oleh SBY.

Pertimbangan MS kala itu adalah JK, yang waktu itu Menko Kesra, merupakan orang yang get things done karena ia pengusaha yang pragmatis. JK juga mewakili kepentingan di Indonesia timur.

Nah, mungkinkah MS akan kembali meminang JK sebagai calon wapres dalam Pilpres 2009? Jawabannya, mengapa tidak?

JK pernah mengatakan bahwa ia tak mungkin jadi capres karena bukan orang Jawa. Ini sikap yang amat realistis.

Realisme itu pula yang mendorong JK segera mengumumkan kemungkinan ia tak lagi berpasangan dengan SBY dalam Pilpres 2009. Ia ingin ekonomi negara ini segera bergerak sebagai prasyarat penting bagi terciptanya stabilitas politik.

Lagi pula sukses MS ketika menjadi presiden ialah memperbaiki kondisi ekonomi secara bertahap. Banyak pakar ataupun pers yang mengakui indikator-indikator makro dan mikro ekonomi RI terus membaik tatkala MS jadi presiden.

Masalahnya, Pilpres 2009 berlangsung setelah Pemilu 2009. Andaikan PG kembali memenangi Pemilu 2009 fatsun politik mengatakan partai berlambang pohon beringin itu mesti mengajukan capres sendiri.

Dan suka atau tidak, JK merupakan capres terkuat PG sampai saat ini. Belum ada indikasi nama-nama lain, seperti Surya Paloh atau Akbar Tandjung, akan mampu menyaingi JK.

Namun, apa yang terjadi kalau PDI-P kembali mengulang sukses Pemilu 1999 mengalahkan PG? Itulah sebabnya, ada pemeo yang mengatakan "politics is the art of the possible".

Seperti halnya JK, MS sebetulnya orang yang juga realistis. Salah satu kekuatan dia saat kampanye Pilpres 2004 adalah sikapnya yang enggan melontarkan janji-janji selangit.

Dalam sebuah kesempatan setelah kalah dalam Pilpres 2004, ia secara tak langsung mengatakan tak begitu peduli kalau rakyat menilai dirinya gagal. Presiden sebuah negara sahabat pernah bercerita bahwa MS lebih suka tutup mulut karena di Indonesia sudah terlalu banyak orang yang hanya pandai berbicara.

Saya agak bingung ketika beberapa bulan yang lalu beberapa kalangan politik dan bisnis sering menanyakan kepastian MS mencalonkan diri tahun 2009. Sebuah sumber diplomatik Barat, misalnya, bercerita tentang peningkatan popularitas MS.

Seorang pelobi bisnis top asal Malaysia bahkan bolak-balik menegaskan "investasi akan masuk" jika MS mencalonkan diri dan menang lagi. Namun, syaratnya "MS jangan dipengaruhi orang-orang tertentu di sekitarnya".

Jadi, Anda yang bosan dengan capres yang "L4" (lu lagi, lu lagi) siap-siaplah kecewa. Dua tokoh dari dua parpol terbesar, PDI-P dan PG, yakni MS dan JK, tampaknya masih akan berbicara.

Dalam konteks itu BY (Bang Yos) jadi sukar berkiprah karena belum punya partai. Ia punya modal presidential karena masih ada yang gemar kepemimpinan jenderal purnawirawan.

BY, mereka yang berminat, dan para aktivis baiknya berjuang keras agar capres independen boleh ikut Pilpres 2009. Selain BY, terbetik kabar BJH (BJ Habibie) juga tertarik ikut sebagai capres independen.

Andai mereka ikut serta, sedikitnya ada sepuluh capres yang bertarung. Pesta demokrasi jadi ramai, meriah, sehat, dan—yang terpenting—rakyat mempunyai banyak alternatif.

Namun, sebagian warga menderita "penyakit pemula" demokrasi langsung, yakni "playing God syndrom" (PGS). Tak ada lagi capres yang pas, semua nama ada embel-embel "tetapi".

Ada pula warga "pelepéh" yang cepat bosan. Dukungan kepada GD (Gus Dur), MS, SBY, dan siapa pun nanti tak akan lama karena dilepéh terus.

Wajar mereka begitu karena sepuluh tahun kecewa melulu. Dan jangan coba-coba menebak kenapa mereka bersikap begitu.

Penyebab republik gégér gara-gara pelatih karateka dianiaya polisi Malaysia saja kita enggak tahu? Apa penyebab Jakarta macet total selama berhari-hari, sampai kiamat pun kita tak tahu.

No comments: