Tuesday, September 25, 2007

Jago Bela Diri

Oleh Budiarto Shambazy
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0709/04/utama/3798768.htm
==========================

Ada surat elektronik ke rubrik ini yang ingin tahu duduk perkara penganiayaan pelatih karate Donald Colopita. Ada yang tanya, kok kita jarang marah jika TKW tewas di luar negeri, saya jawab bedinde di sini enggak baca manual demo ala Melayu.

Di mana-mana polisi suka main gebuk seperti di film Hollywood. Bukan cerita baru istilah Indon berkonotasi negatif di sanaâ?"sama seperti kalau kita bilang "dasar Melayu".

Di Jakarta sering terdengar kejahatan imigran Afrika, mulai dari narkoba sampai penipuan dollar. Pemerintah Nigeria, Kamerun, atau Pantai Gading masa bodoh warganya disiksa polisi di sini.

Grafik hubungan RI-Malaysia naik turun sejak konfrontasi awal 1960-an. Kedua bangsa "serumpun" meski sejarah dan sistem politiknya bagai siang dengan malam.

Malaysia dijajah Inggris yang sistem kolonialismenya "bagus" dibandingkan Belanda yang "kejam". RI berjuang untuk merdeka, tanggal kemerdekaan Malaysia mesti dapat persetujuan dari Inggris dulu.

Mereka monarki konstitusional: Yang Dipertuan Agung simbol, pemerintah dipimpin PM. Kita republik yang kini suka dipelésétkan jadi "rekiplik" saking kacau-balaunya.

Konstitusi di sana menyebut Islam agama resmi, tetapi judi diizinkan di Genting Highland, meskipun hanya untuk warga Malaysia non-Islam dan warga asing. UUD 1945 secara implisit menyebut RI negara sekuler, tetapi masih ada yang mau memperjuangkan "Allahtokrasi".

Politik di Malaysia tergantung dari hubungan antarpuak yang hipersensitif karena perimbangan etnis nyaris setara antara Melayu, China, dan Tamil. Kerusuhan 1969 menewaskan ribuan puak China yang mendominasi ekonomi.

Sejak itu tak ada lagi kerusuhan berkat stabilitas yang dikendalikan "kartel parpol" Barisan Nasional. Ekonomi Malaysia sukses karena, misalnya, praktis tak terlalu terganggu krismon 1998.

Di sini jumlah puak kelewat banyak dan pola hubungannya sukar diatur. Kerusuhan di sini bukan cuma gara-gara ketegangan antarpuak, tetapi juga "bisa diatur".

Di sini bukan cuma ada "kartel parpol", tetapi juga BLBI, pembunuh aktivis, sampai "minah" (minyak tanah). Di bawah kartel ada mafia: peradilan, tanah, sampai urine bebas narkoba untuk lulus tes IPDN.

Asal Anda tahu, istilah run amok lahir dari pengalaman buruk Inggris menghadapi amuk massa. Orang-orang bulé bingung Melayu kalau marah kayak orang kesurupan.

Kini yang sering ngamuk bukan mereka, tetapi tetangganya. Negeri mereka aman, banyak turis asing menyaksikan "Truly Asia", atau melihat Menara Petronas yang sebagian gedungnya dibangun TKI dari sini.

Kita sebal mendengar nama gembong teroris seperti Dr Azahari atau Noordin M Top yang asal Malaysia. Negara mereka bahkan jadi tempat rapat-rapat penting Al Qaeda sebelum tragedi 11 September.

Namun, mereka enggak pernah jadi korban terorisme. Meski beberapa pejabatnya diperlakukan tak senonoh saat masuk ke Amerika Serikat (AS), Washington-Kuala Lumpur menyepakati perjanjian perdagangan bebas bilateral.

Lomba F1 di Sepang tak pernah sepi, menyenangkan, dan bebas macet. Di sini lomba F3 memaksa Presiden naik motor karena Tol Jagorawi macet total.

Sekitar 10 tahun lalu saya pernah sepesawat ke New York (AS) dengan Abdullah Badawi yang kala itu jadi menlu. Ia menénténg tas sendiri, menunggui kopernya sendiri, dan mencari taksi sendiri.

Dan berbicara tentang Deplu, diplomat Orde Baru dididik jadi jagoan drafting sidang internasional. Semua senang bicara politik luar negeri bebas-aktif dan bangga RI jadi ketua forum itu atau ini.

Mereka enggan mengurus imigran, tetapi doyan memeras upah mereka. Bukan mustahil polisi Malaysia serampangan karena tahu Kedutaan Besar RI malas membela nasib TKIâ?"apalagi yang keléléran.

Malaysia punya kapal-kapal selam modern, RI negeri bahari yang tak mampu menjaga lautannya sendiri. Kuala Lumpur mencampur skuadron jet tempurnya dari mancanegara, militer RI pincang jika AS memberlakukan embargo.

Malaysia Airlines tak mau kalah dari SQ, Air Asia makin mantap di sini. Di harian ini terungkap kenapa maskapai-maskapai kita suka mengalami kecelakaan: sogok, suap, dan korupsi di Dephub.

Banyak yang masih percaya mendagri harus militer, teori yang amat usang. Hasilnya penyakit di IPDN atau birokrasi: penuh manusia yang tak punya hati.

Lihat kegagalan sosialisasi kompor gas atau kenaikan tarif tol mulai dini hari tadi. Tarif naik, transportasi naik, sembako naik, dan tekanan darah rakyat pun ikut-ikutan naik.

Sudah tahu mau Ramadhan, pemerintah malah bercanda sih? Namun, ada kalangan penyabar yang bilang para pejabat bekerja mati-matian demi memperbaiki nasib bangsa ini.

Seorang teman golongan tak peduli berpendapat pemerintah ataupun rakyat berjalan sendiri-sendiri.

Ada kelompok pasrah, "Mau apa lagi? Kalau dipikirin malah sakit hati". Kita pasrah, penyabar, atau tak peduli?

Itulah kita, setiap hari menyangkal diri sendiri. Kita tak kenal lagi wajah kita setiap bercermin sehabis mandi pagi.

Ayah dipecat karena korupsi, lalu pulang menempéléng istri. Lalu giliran ibu menjitak kepala anak, yang karateka ban putih.

Anak lari ke rumah sebelah, langsung mengirim tendangan maegeri ke muka temannya sendiri. "Eh, gua salah apa nih," ujar si teman yang tak sempat membela diri.

No comments: