Tuesday, September 18, 2007

Kisah yang Belum Terungkap (2)

Oleh BUDIARTO SHAMBAZY
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0709/18/utama/3853851.htm
====================

Berbeda dengan Indonesian Coup: the Untold Story karya Helen-Louise Simpson Hunter yang bersumber primer dari dokumen interogasi TNI AD, buku Surrendering to Symbols: US Policy Towards Indonesia 1961-1965 merupakan disertasi doktor. Buku ini ditulis Stig Aandstad dari Universitas Oslo.

Aandstad menggambarkan Gerakan 30 September (G30S) sebagai klimaks dari hubungan bilateral RI-AS (Amerika Serikat) dan/atau Bung Karno (BK) dengan Presiden AS John F Kennedy (JFK). Inilah hubungan berintensitas tinggi, turun-naik dalam periode 1961-1965, dan telah jauh terbina sejak 1945.

Justru karena hubungan khusus inilah sampai kini terdapat purbasangka bahwa AS-lah yang "menyetir" G30S dari Washington. Namun, sampai saat ini asumsi itu belum terbukti.

JFK menerapkan strategi ofensif dan defensif, antara lain untuk mengoreksi kesalahan Presiden Dwight Eisenhower. Strategi ofensif berupa bantuan ekonomi, strategi defensif mendukung kekuatan anti-PKI.

Kedua strategi dijalankan lewat berbagai kontak, mulai dari pemimpin sampai ke tingkat bawah. Namun, dalam periode September 1963-Februari 1964 strategi ofensif gagal.

Penyebabnya, perbedaan AS dengan Inggris dalam politik konfrontasi BK terhadap Malaysia, sikap anti-BK di Kongres dan media AS, serta meninggalnya JFK. Washington tak punya pilihan lain kecuali menjalani strategi defensif yang akhirnya tak efektif.

Kebencian Kongres dan media membuat tangan Presiden Lyndon Johnson terbelenggu. Sikap anti-AS di sini, yang antara lain disponsori juga oleh BK, makin hari makin berkobar.

Pemerintah AS juga direpotkan kesibukan baru, perang Vietnam yang menyita dana, waktu, perhatian, dan tenaga. Aandstad menyimpulkan strategi defensif AS sudah lumpuh pas pecahnya G30S.

Strategi defensif dirumuskan melalui Rencana Aksi (Action Plan) 1962, dokumen yang disiapkan setelah sukses membantu RI menyelesaikan masalah Irian Barat. Lewat Rencana Aksi, AS bertekad menerapkan "prakarsa baru, konsisten, dan terpadu" untuk mencegah RI jadi komunis.

AS menghendaki BK konsentrasi ke pembangunan ekonomi Barat lewat taktik stick-and-carrot. Secara terbuka, JFK bersahabat, tetapi diam-diam ia tak sungkan mengultimatum BK.

JFK juga memberikan bantuan kepada kekuatan-kekuatan anti-PKI, termasuk TNI AD dan mobrig (mobil brigade). Rencana Aksi juga banyak mengalirkan bantuan dana lewat US Information Agency (USIA) dan beasiswa.

Satu lagi butir Rencana Aksi adalah program stabilisasi Dana Moneter Internasional tahun 1963 yang digagalkan konfrontasi per Februari 1964. Sejak itu AS mengurangi kehadirannya di sini, sebaliknya bulan madu BK-PKI makin mesra.

Washington praktis menghentikan hampir semua bantuan per Agustus-September 1964. Kekuatan-kekuatan anti-PKI, seperti mobrig dan TNI AD, bahkan menghentikan kontak dengan mitra-mitra dari AS.

Histeria "kemenangan PKI" memaksa Kedutaan AS mengurangi diplomat sampai segelintir saja. Mereka cuma bisa menunggu terjadinya peristiwa yang selama berbulan-bulan beredar sebagai rumor: kudeta.

Namun, kudeta oleh siapa terhadap siapa? Berbeda dengan Hunter yang menarik kesimpulan G30S didalangi PKI, Andstaad menyajikan beberapa preposisi menarik.

Tiap hari pasti ada rumor CIA mau membunuh BK. BK pun secara terbuka menyatakan rasa curiga terhadap niat CIA, antara lain dengan mengutip isi buku The Invisible Government karya David Wise dan Thomas Ross tentang kebiasaan buruk CIA.

Namun, Kepala Stasiun CIA di Jakarta Hugh Tovar, Maret 1965, memberikan jaminan kepada BK tak ada operasi melenyapkan dia.

Dalam laporan 5 Januari 1965 Tovar menulis beredarnya rumor kudeta. "Mungkin kudeta terjadi sebelum 10 Januari.... BK tetap presiden, kekuasaannya dialihkan ke Chaerul Saleh", tulis Tovar.

Ada laporan CIA 21 Januari yang mengutip seseorang mengaku "menyiapkan rencana mengambil alih pemerintahan kalau BK mundur atau tutup usia. Dalam waktu 30-60 hari TNI AD bergerak melawan BK".

Pers di Jakarta sejak Januari 1965 sering memberitakan "kudeta terhadap BK" dan "Dewan Jenderal" mulai muncul di kalangan PKI. "AS tak tahu Dewan Jenderal", tulis Aandstad.

Menurut Aandstad, CIA tak terlibat G30S. Kalimat yang paling mendekati teori "keterlibatan CIA" ada dalam laporan mereka dari Jakarta, Februari 1965: "Ia (orang TNI AD) berpendapat AS bisa banyak membantu kalau perebutan kekuasaan terjadi", kutip Aandstad.

Menurut Aandstad, CIA tak terlibat G30S karena tiga penyebab. Pertama, akibat kegagalan di Teluk Babi (Kuba), JFK membatasi kegiatan CIA di kedutaan mancanegara.

Kedua, Direktur CIA William Raborn tak punya latar belakang intelijen yang diyakini mampu menggalang operasi besar di luar negeri.

Ketiga, 30 September 1965 CIA "tak kenal siapa Suharto". Mereka hanya tahu Pak Harto aktif dalam operasi konfrontasinya BK dan "lebih nasionalis" dibandingkan dengan jenderal-jenderal lain.

Dalam laporan tentang konfrontasi, nama Pak Harto tak pernah ditulis, sementara empat jenderal lainnya ditulis berkali-kali.

No comments: